Tingkat kelaparan Indonesia menurut Global Hunger Index (GHI) menempati urutan ketiga tertinggi di Asia Tenggara pada 2021. Indonesia mendapatkan skor indeks sebesar 18 poin atau termasuk dalam level moderat. Skor ini telah berada di atas rata-rata global yang sebesar 17,9 poin. Sementara, negara dengan tingkat kelaparan tertinggi di wilayah Asia Tenggara adalah Timor Leste, yakni mencapai 32,4 poin atau masuk dalam level serius. Laos berada di urutan berikutnya dengan skor 19,5 poin atau masuk level moderat. Negara dengan tingkat kelaparan terendah di Asia Tenggara adalah Thailand. Negara ini memiliki skor indeks kelaparan 11,7 poin atau masuk dalam kategori moderat. Negara terendah selanjutnya adalah Malaysia yang memiliki skor 12,8 poin atau masuk level moderat. GHI menggambarkan situasi kelaparan suatu negara yang berhubungan dengan kebutuhan dasar fisiologis manusia, yaitu kebutuhan pangan dan nutrisi. Skor indeks GHI didasarkan pada empat komponen, yakni kondisi kurang gizi, anak yang kurus, stunting anak, dan kematian anak. Indeks di bawah 9,9 poin menunjukkan kelaparan yang rendah, indeks 10-19,9 level moderat, dan indeks 20-34,9 dalam level serius. Selanjutnya, indeks 35-49,9 dalam level mengkhawatirkan dan di atas 50 sangat mengkhawatirkan (Global Hunger Index/GHI Negara Asia Tenggara, 2021).
Akses data di: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/01/tingkat-kelaparan-indonesia-peringkat-tiga-tertinggi-di-asia-tenggara-pada-2021
Pentingnya Pembangunan Ketahanan Pangan dan Gizi secara Sistemik
Dalam pemahaman baru, ketahanan pangan dan gizi didefinisikan sebagai perwujudan ketahanan pangan tidak hanya berorientasi pada upaya penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup bagi setiap individu, namun juga harus disertai upaya untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan pangan bagi terciptanya status gizi yang baik bagi setiap individu. Dalam konteks ini optimalisasi utilisasi pangan tidak cukup hanya dari kualitas pangan yang dikonsumsi, namun juga harus didukung oleh terhindarnya setiap individu dari penyakit infeksi yang dapat mengganggu tumbuh kembang dan kesehatan melalui kecukupan air bersih dan kondisi sanitasi lingkungan dan higiene yang baik (FAO, 2012 cit KSPG 2020-2024).
Apa pentingnya pembangunan ketahanan pangan dan gizi secara sistemik?
Pertama, masalah gizi di Indonesia sebagai outcome dari situasi ketahanan pangan dan ketahanan gizi masih sangat serius. Kondisi ini dicirikan oleh tingginya prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek pada anak dibawah dua tahun), kegemukan pada anak balita dan orang dewasa, defisiensi zat gizi mikro (kurang vitamin A, anemia gizi besi dan gangguan akibat kekurangan iodium) serta semakin meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (PTM) karena buruknya pola konsumsi pangan masyarakat.
Kedua, prevalensi masalah gizi dan PTM masih sangat tinggi. Kondisi ini terkait dengan persoalan-persoalan yang mendasarinya, yaitu masih relatif rendahnya kualitas (komposisi dan keamanan) pangan yang tersedia, keterbatasan akses pangan baik secara fisik maupun ekonomi karena terbatasnya daya beli, buruknya lingkungan fisik dan lingkungan (akses air bersih, higiene dan sanitasi lingkungan), pola asuh yang buruk sebagai akibat rendahnya pendidikan dan pengetahuan, dan keterbatasan akses layanan kesehatan. Mempertimbangkan kondisi tersebut, pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Indonesa pada masa mendatang, khususnya pada periode 2020-2024 harus menggunakan pendekatan sistem agar keterkaitan pembangunan lintas sektor dapat terjadi dan sinergitas antar sektor dapat tercapai melalui suatu koordinasi lintas sektor (Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, 2019).
Kebijakan Strategis Ketahanan Pangan dan Gizi dapat diakses di: bit.ly/KSKPG2022-2024
Bagaimana agar kebijakan pembangunan ketahanan pangan dan gizi dapat sinergis dan sistemik hingga ke tingkat Pemerintah Desa?
Pasal 5 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 104 tentang Rinciang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mengamanatkan bahwa Dana Desa tahun anggaran 2022 dialokasikan untuk program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20%. Kemudian dalam ketentuan yang lebih teknis, berdasarkan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa, bahwa Pemerintah Desa melakukan penyesuaian kegiatan ketahanan pangan dan hewani sesuai dengan karakteristik dan potensi Desa. Melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022 bahwa prioritas penggunaan Dana Desa dibagi dalam 2 (Dua) tipe. Pertama, Prioritas Penggunaan Dana Desa diatur dan diurus oleh Desa berdasarkan kewenangan Desa (Pasal 5 ayat (1)). Kedua, Prioritas Penggunaan Dana Desa diarahkan untuk program dan/atau kegiatan percepatan pencapaian SDGs Desa melalui:
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Teringgal, dan Transmigrasi dalam peraturannya tersebut meletakkan posisi kebijakan program yaitu penguatan ketahanan pangan nabati dan hewani untuk mewujudkan Desa tanpa kelaparan (SDGs Desa ke-2) dalam prioritas nasional sesuai kewenangan Desa (Pasal 6 ayat (2) huruf c), bukan pada kebijakan pemulihan ekonomi sesuai kewenangan Desa. Ini berarti bahwa kebijakan penguatan ketahanan pangan dan hewani sangatlah urgen dan mendesak. Dengan kata lain, program ini diproyeksikan harus berdampak pada pada jangka pendek namun berkelanjutan, bukan program yang dirancang untuk jangka yang panjang. Program ketahanan pangan dan hewani untuk mewujudkan Desa tanpa kelaparan atau dengan kata lain mengentaskan Desa dari kondisi kelaparan merupakan program direct dan akseleratif. Earmarking minimal sebesar 20% Dana Desa Tahun 2022 bukanlah program yang asal jadi/asal terlaksana, namun harus memberikan kontribusi terutama terhadap penurunan angka stunting dan selanjutnya mencegah kasus stunting di Desa.
Lalu apa saja yang harus dilakukan pemerintah Desa melalui program ini?
Mari kita fokuskan bagaimana desain program dan kegiatan ketahanan pangan dan hewani agar dapat mewujudkan SDGs Desa ke-2. Dengan kata lain, program ini tidak lari dari konsepsi ataupun tujuan. Seperti yang diamahkan dalam penjelasan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan bahwa pemanfaatan pangan atau konsumsi pangan dan gizi akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan. Hal itu dilakukan melalui pemenuhan asupan Pangan yang beragam, bergizi seimbang, serta pemenuhan persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan. Ringkasnya, asupan pangan harus Bergizi, Beragam, Seimbang, dan Aman (B2SA). Dalam implementasinya ada 3 aspek pokok yang harus diperhatikan yaitu:
Ketersediaan pangan diarahkan untuk menciptakan sentra produksi dan peningkatan produktivitas serta distribusi penyediaan pangan lokal. Keterjangkauan pangan diarahkan pada kemudahan masyarakat untuk mengakses pangan baik jarak maupun harga. Dan Pemanfaatan pangan dicerminkan oleh konsumsi pangan perseorangan atau rumah tangga yang dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, pola konsumsi pangan, dan pengetahuan pangan dan gizi. Kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi secara langsung akan menentukan status gizi.
Secara teknis, beberapa hal yang bisa dilakukan di Desa diantaranya yaitu:
“Food and nutrition security exists when all people at all times have physical, social and economic access to food, which is safe and consumed in sufficient quantity and quality to meet their dietary needs and food preferences, and is supported by an environment of adequate sanitation, health services and care, allowing for a healthy and active life” (FAO, 2012)
]]>Earmarking / peruntukan Dana Desa tahun anggaran 2022 telah diatur melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan ketentuan:
Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa Pasal 34 ayat (2), bahwa Pemerintah Desa menganggarkan kegiatan ketahanan pangan dan hewani sesuai dengan karakteristik dan potensi Desa. Adapun karakteristik dan potensi Desa di Dusun Karya Harapan Mukti yaitu; memiliki kebiasaan hidup masih sangat tergantung pada alam. Karakteristiknya: gameinschaft, gotong royong, homogen, dan toleransi kuat. Sedangkan potensi Desa Karya Harapan Mukti memiliki sumber daya alam pertanian dan perkebunan yang sebahagian masyarakatnya disamping membudidayakan tanaman kelapa sawit, juga mengembangkan tanaman pangan dan hortikultura, ternak, dan ikan.
Prioritas penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2022 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa, bahwa prioritas penggunaan Dana Desa terdiri dari 2 (dua) kategori:
Untuk program ketahanan pangan dan hewani itu sendiri sebagaiman diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa adalah termasuk dalam kategori priotitas yang diarahkan bagian program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa dalam rangka untuk mewujudkan Desa tanpa kelaparan (SDG’s ke-2), yang kegiatannya meliputi:
Teknis pelaksanaan kegiatannya sendiri diutamakan melalui swakelola dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada di Desa melalui skema Padat Karya Tunai Desa (PKTD). Sebagaimana dicontohkan, di bidang pertanian dan perkebunan untuk ketahanan pangan yang kegiatannya meliputi:
Berdasarkan kesepakatan Internasional yang merupakan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan atau yang disebut dengan SDGs 2030, bahwa ketahanan pangan ditujukan untuk:
Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan KTT G20 Osaka 2019 (G20 keempat belas) pada 28 – 29 Juni 2019 di International Exhibition Center, Osaka bahwa pembangunan pertanian difokuskan untuk mencapai ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat.
Secara garis besar, ketahanan pangan harus memiliki 3 prinsip yaitu; Ketersediaan, Keterjangkauan; dan Kemanfaatan yang selanjutnya disebut aspek ketahanan pangan.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan:
Undang-Undang tentang Pangan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi Penyelenggaraan Pangan yang mencakup perencanaan Pangan, Ketersediaan Pangan, Keterjangkauan Pangan, konsumsi Pangan dan Gizi, Keamanan Pangan, label dan iklan Pangan, pengawasan, sistem informasi Pangan, penelitian dan pengembangan Pangan, kelembagaan Pangan, peran serta masyarakat, dan penyidikan. Kebijakan konsumsi pangan dan gizi, Undang-Undang tentang Pangan menitikberatkan pada kebijakan:
Pemerintah berkewajiban meningkatkan pemenuhan kuantitas dan kualitas konsumsi Pangan masyarakat melalui:
2. Penganekaragaman konsumsi Pangan dilakukan dengan:
3. Perbaikan Gizi
Kebijakan di bidang Gizi untuk perbaikan status Gizi masyarakat dilakukan melalui:
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya ketahanan pangan harus memenuhi standar kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas, pangan harus memenuhi unsur:
Sedangkan secara kualitas harus memenuhi unsur:
Ketahanan pangan tidak boleh bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
B. Dasar Hukum
Penggunaan Dana Desa untuk program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa diprioritaskan untuk pencapaian SDGs Desa (Pasal 6 ayat (2) huruf c): penguatan ketahanan pangan nabati dan hewani untuk mewujudkan Desa tanpa kelaparan.
C. Tujuan
Tujuan dari program/kegiatan bidang ketahanan pangan dan hewani ini adalah untuk mewujudkan aspek ketersediaan, keterjangkauan, dan kemanfaatan.
Ketersediaan pangan diarahkan untuk menciptakan sentra produksi dan peningkatan produktivitas serta distribusi penyediaan pangan lokal
2. Keterjangkauan
Keterjangkauan pangan diarahkan pada kemudahan masyarakat untuk mengakses pangan baik jarak maupun harga.
3. Kemanfaatan
Pemanfaatan pangan dicerminkan oleh konsumsi pangan perseorangan atau rumah tangga yang dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan, pola konsumsi pangan, dan pengetahuan pangan dan gizi. Kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi secara langsung akan menentukan status gizi.
D. Sasaran
Sasaran program/kegiatan bidang ketahanan pangan dan hewani ini adalah agar terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi masyarakat. Indikator umum untuk pencapaian sasaran tersebut ada dua yang saling terkait satu dengan lainnya, yaitu:
E. Hasil/Keluaran
Output kegiatan ini adalah meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam sehingga tidak ada penduduk rawan pangan serta meningkatnya pengetahuan tentang pangan yang bergizi, beragam, seimbang, dan aman (B2SA).
F. Lingkup Kegiatan
Kebijakan program/kegiatan ketahanan pangan dan hewani melingkupi:
G. Pelaksana Kegiatan
Penanggung Jawab
Mitra program/kegiatan bidang ketahanan pangan dan hewani berasal dari unsur masyarakat/kelompok masyarakat dan LKD:
H. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan program/kegiatan bidang ketahanan pangan dan hewani meliputi:
Tahap persiapan meliputi:
Tahap ini meliputi perumusan prioritas kegiatan yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa Tahun Anggaran 2022).
2. Penganggaran
Penganggaran program/kegiatan bidang ketahanan pangan dan hewani dalam APB Desa mengikuti parameter dalam sistem informasi keuangan Desa (siskeudes) sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dalam dokumen penganggaran juga dilengkaoi dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) rinci yang merupakan lampiran dari Kerangka Acuan Kegiatan ini.
3. Pelaksanaan
Program/kegiatan ketahana pangan dan hewani ini dilaksanakan dengan dua model yaitu; kegiatan tersentral (kebun gizi milik Desa dan kolam ikan yang dikelola oleh kelompok pengelola) dan basis masyarakat yang belanjanya langsung diberikan kepada masyarakat untuk meningkatkan produksi budi daya yang mereka kembangkan seperti bantuan bibit, pupuk, dan obat-obatan serta bantuan pangan langsung.
I. Keberlanjutan
Program/kegiatan bidang ketahanan pangan dan hewani yang merupakan salah satu tujuan pencapaian SDGs yaitu mewujudkan Desa tanpa kelaparan (SDGs ke-2) diharapkan mampu memecahkan permasalahan kekurangan gizi baik pada kelompok sasaran konvergensi pencegahan stunting maupun masyarakat secara umum. Desain program/kegiatan bukan hanya untuk dimanfaatkan di tahun 2022 akan tetapi akan terus dilakukan agar di tahun-tahun berikutnya masyarakat bisa menikmati program/kegiatan ini secara berkelanjutan. Tentunga komitmen yang dituangkan dalam regulasi tingkat desa akan menjadi salah satu prioritas yang diutamakan.
]]>Pertama, bahwa pada parangaf ke-10, dasar pemikiran bagian penjelasan I (Umum) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanahkan bahwa:
Menteri yang menangani Desa saat ini adalah Menteri Dalam Negeri. Dalam kedududukan ini Menteri Dalam Negeri menetapkan pengaturan umum, petunjuk teknis, dan fasilitasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. |
Kedua, pada pasal 131 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional menetapkan pedoman pelaksanaan pembangunan Desa, pembangunan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pendampingan Desa sesuai dengan kewenangan masing-masing (Pasal 131). Pasal ini menjadi konsideran Permendagri 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Menteri yang dimaksud adalah “Menteri yang menangani Desa” sebagaimana Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14 Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014. |
Selanjutnya Pasal 131 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 dijadikan dasar/pokok pikiran (konsideran) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.
Ketiga, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 yang salah satu substasi perubahannya adalah mengubah pasal 131 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa, pembangunan kawasan perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat Desa menetapkan pedoman umum pelaksanaan pembangunan Desa, pembangunan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pendampingan masyarakat Desa berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
Pada tanggal 27 Oktober 2014 dibentuk/didirikan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang membidangi urusan pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Dasar hukum yang megatur kementerian ini adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Apa yang berubah?
Sesuai dengan amanah Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, pada tahun 2015 Presiden mengatur Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Berikut pengaturan tugas dan fungsi dua kementerian tersebut kaitannya dengan pengaturan Desa:
Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri
Tugas (Pasal 2):
Kementerian Dalam Negeri mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Fungsi (Pasal 3 huruf a):
Kementerian Dalam Negeri menyelenggarakan fungsi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum, otonomi daerah, pembinaan administrasi kewilayahan, pembinaan pemerintahan desa, pembinaan urusan pemerintahan dan pembangunan daerah, pembinaan keuangan daerah, serta kependudukan dan pencatatan sipil, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Tugas (Pasal 2):
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Fungsi (Pasal 3 huruf a):
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menyelenggarakan fungsi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, pengembangan daerah tertentu, pembangunan daerah tertinggal, penyiapan, pembangunan permukiman, dan pengembangan kawasan transmigrasi.
Dengan dasar tugas dan fungsi yang diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menetapkan Peraturan Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Pada tahun 2020, Presiden Republik Indonesia mecabut Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2020 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Berikut tugas dan fungsi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi berdasarkan Presiden Nomor 85 tahun 2020.
Tugas (Pasal 4):
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Fungsi (Pasal 5):
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi berubah menjadi, menyelenggarakan fungsi perumusan, dan penetapan kebijakan di bidang pembangunan desa dan perdesaan, pengembangan ekonomi dan investasi desa, daerah tertinggal, dan transigrasi, pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi, serta penyerasian percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2020, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menetapkan Peraturan Nomor 21 Tahun 2020 tantang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang mencabut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Trasnmigrasi Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
KESIMPULAN
Sejak Presiden Republik Indonesia menetapkan 2 (dua) peraturan sekaligus yaitu Peraturan Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2015, maka kebijakan pengaturan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa sudah tidak lagi berada di Kementerian Dalam Negeri, melainkan sudah berpindah ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Kewenangan Presiden dalam mengatur tugas, fungsi, dan susunan organisasi kementerian berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Adapun Undang-Undang Nomor 6 Tentang Desa memberikan penugasan kepada Menteri Dalam Negeri untuk menangani urusan Desa yang kedudukannya menetapkan pengaturan umum, petunjuk teknis, dan fasilitasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa sifatnya insidental (menggarisbawahi “Pada saat ini”) bermakna memberikan tugas sebelum dibentuknya Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara yang ditetapkan Peraturan Presiden.
https://drive.google.com/file/d/1-jLTcAUfl366kBhZoVkEpmLIrPNY8TIQ/view?usp=sharing
]]>Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah Badan Hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat Desa (UU Cipta Kerja Pasal 117 perubahan Pasal 1 angka 6 UU Desa). Selain itu UU Cipta Kerja juga mengubah Pasal 87 UU Desa ayat (4) dan (5):
BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa. BUM Desa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, atau koperasi. Oleh karena itu, BUM Desa merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUM Desa juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. Dalam meningkatkan sumber pendapatan Desa, BUM Desa dapat menghimpun tabungan dalam skala lokat masyarakat Desa, antara lain melalui pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam. BUM Desa dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa. BUM Desa diharapkan dapat mengembangkan unit usaha dalam mendayagunakan potensi ekonomi. Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUM Desa mengikuti badan hukum yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan (Bagian Penjelasan UU Cipta Kerja).
TUJUAN
BUM Desa /BUM Desa bersama memiliki tujuan (Pasal 3 PP 11 / 2021 tentang BUM Desa) yaitu:
PEMBINAAN
Untuk mencapai perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, dan sistem monitoring organisasi yang efektif dan efisien, dilakukan pembinaan BUM Desa/BUM Desa bersama (Pasal 24 Permendesa PDTT No. 3 Tahun 2021). Berdasarkan Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) Permendesa PDTT No. 3 Tahun 2021 bahwa pembinaan dan pengembangan BUM Desa/BUM Desa bersama dilaksanakan oleh menteri untuk pembinaan dan pengembangan umum; dan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian untuk pembinaan dan pengembangan teknis, dan pembinaan dan pengembangan BUM Desa/BUM Desa bersama juga dapat dilaksanakan oleh gubernur dan/atau bupati/wali kota. Pembinaan dan pengembangan BUM Desa/BUM Desa bersama dilaksanakan secara sinergis dan terkoordinasi.
Selanjutanya pada Pasal 25, bahwa Pembinaan BUM Desa/BUM Desa bersama dilakukan melalui strategi:
Startagi revitalisasi kelembagaan BUM Desa/BUM Desa bersama
Startagi peningkatan kualitas manajemen dan penguatan organisasi BUM Desa/BUM Desa bersama
Startagi penguatan pengelolaan Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama dan Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama
Strategi penguatan kerja sama atau kemitraan
Strategi penguatan pengelolaan aset dan permodalan
Peningkatan kualitas pengelolaan administrasi, pelaporan dan akuntabilitas
Penguatan pengelolaan keuntungan dan manfaat bagi Desa dan masyarakat Desa
PENGEMBANGAN
Pengembangan bertujuan untuk memperluas strategi pembinaan. Pengembangan dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia, pengembangan usaha, pengembangan jejaring pemasaran, pengembangan permodalan, dan peningkatan partisipasi para pemangku kepentingan BUM Desa/BUM Desa bersama dengan program atau kegiatan terpadu yang meliputi:
Pasal 27 Permendesa PDTT No. 3 Tahun 2021
Berikut brosur strategi pengembangan BUM Desa/BUM Desa Bersama berdasarkan Permendesa PDTT No. 3 Tahun 2021
https://drive.google.com/file/d/1EjxDxb25GXzfhn986KdI7Qw1s1RXv1ZL/preview
https://drive.google.com/file/d/1_mPf4wLygg0E_PZ73ENOvrlZZTEzS5Qf/preview
https://drive.google.com/file/d/1o-BNLOuH5M5cRRvSWdo6nQK2gDlO-Cye/preview
]]>Ashari Selaku inisiator dan ketua umum HPM menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk membantu masyarakat khususnya dusun Karya Harapan Mukti untuk mengetahui Golongan Darahnya sdan membantu masyarakat umumnya di kabupaten Bungo untuk lebih mudah dalam mendapatkan informasi bank darah bagi yang membutuhkan.
Berangkat dari permasalahan yang sering muncul yaitu sulitnya mencari golongan darah yang sesuai dengan yang dibutuhkan resipien (penerima darah), tidak tersedianya database golongan darah (pendonor), ketidak akuratan data golongan darah pada dokumen identitas kependudukan, tidak diketahuinya golongan darah bagi kebanyakan orang, dan minimnya stok darah pada rumah sakit serta permasalahan lainnya, sehingga sangat menyulitkan bagi yang membutuhkan atau keluarga resipien untuk mengakses. Sering kali kita menyimak keluarga resipien menggunakan media sosial untuk meminta tolong mencari pendonor yang bersedia dan sesuai golongan darahnya. Hal ini tidak banyak membantu dikala seseorang yang ingin mendonorkan darahnya tidak mengetahui golongan darah dan tidak memahami kriteria pendonor.
Launching mengangkat tema “Give Your Hand for The Humanity” “Ulurkan Tangan Untuk Kemanusiaan” yang diharapkan mendapat tempat di hati masyarakat ditengah kondisi lemahnya perhatian masyarakat terhadap masalah – masalah sosial yang ada di sekitar, utamanya yang menyangkut masalah rendahnya stok darah. Diharapkan pula dengan adanya program ini (yang telah dikemas dengan konsep sedemikian rupa) mampu mengajak seluruh komponen masyarakat khususnya Dusun Karya Harapan Mukti dan umumnya di Kabupaten Bungo untuk peduli sesama yang dimulai dengan penegecekan golongan darah.
Dalam sambutannya, Datuk Rio Dusun Karya Harapan Mukti Bapak Iwan Hermawan (biasa disapa Kang Iwan) mengungkapkan keinginan ini sejak lama, sebelum beliau menjadi Rio (sebutan Kepala Desa di Kabupaten Bungo). Setelah beliau menjadi Rio yang kemudian membentuk HPM, barulah bak gayung bersambut, ide sejak lama ternyata didambakan juga oleh Pemuda Millenial Dusun Karya Harapan Mukti. Beliau berharap, HPM dapat mengemban amanah ini dan sekaligus menjadi mitra strategis pemerintahan Desa dalam rangka membangun Desa Karya Harapan Mukti untuk mencapai visinya.
Bapak Safrudin Dwi Apriyanto juga menyampaikan apresiasinya terhadap kegiatan ini, menurut beliau kegiatan ini sangat brilian dan inovatif, selain ini untuk kesehatan dalam kegiatan ini juga ada nilai moral dan nilai kemanusiaan. Pak Apri (sapaan akrab Wakil Bupeti Bungo) juga menyatakan apabila program ini berhasil ini akan diadopsi oleh pemerintah daerah sehingga bisa dilaksanakan di kecamatan bahkan dusun- dusun lain yang ada di Kabupaten Bungo.
Dikesempatan selanjutnya, Pendamping Desa Pemberdayaan Kecamatan Pelepat Ilir bersama Pendamping Lokal Desa Sdr. Suhardi, S.P yang turut andil mulai saat rencana pembentukan HPM, mendampingi dan memfasilitasi visi, misi, dan program kerja HPM menyampaikan bahwa program Celengan Darah/Bank Darah merupakan program inovasi Desa yang harus didukung penuh baik oleh pemangku kebijakan di tingkat Desa maupun Kabupaten. Sebagai salah satu bentuk perwujudan dari pencapaian SDG’s Desa yang menjadi prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, kedepan diharapkan HPM dan Pemerintah Dusun Karya Harapan Mukti mampu mengelola program ini secara baik dan berlanjut. Dalam penyampaiannya juga, PD Pemberdayaan Kecamatan Pelepat Ilir menggambarkan peta jalan program ini yaitu setelah warga Dusun mengetahui golongan darahnya diberikan penyuluhan tentang pentingnya kesehatan, mengetahui kriteria pendonor, dan selanjunya “Goal” adalah Dusun Karya Harapan Mukti memiliki Sistem Informasi Gologan Darah yang mudah diakses oleh siapapun khususnya warga Dusun dan umumnya Kabupaten Bungo. Tidak lupa dalam kesempatan tersebut PD Pemberdayaan Pelepat Ilir juga menyampaikan hendaknya program ini dapat direplikasi oleh Desa-Desa lainnya di Kecamatan Pelepat Ilir, tentunya sebagai pendamping akan selalu mendorong, mendampingi, dan memfasilitasi.
Kegiatan tersebut berlangsung khidmat dan lancar hingga pukul 16.00 WIB dan masih banyak masyarakat Dusun Karya Harapan Mukti yang berduyun-duyun datang untuk ikut serta melakukan kegiatan ceck golongan darah. Acara ini dilaksanakan selama 2 (dua) hari berturut-turut. Jika masih ada warga Desa yang belum sempat melakukan pengecekan golongan darah, maka Pemerintah Dusun Karya Harapan Mukti akan memfasilitasi pengecekan golongan darahnya di Puskesmas. Prosedur pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan ketat yaitu dengan mematuhi protokol kesehatan. Sembari menunggu antrian pengecekan golongan darah, warga diberikan doorprize berupa multivitamin, susu, dan lain-lain. Turut serta TP-PKK Dusun Karya Harapan Mukti memeriahkan jalannya acara dengan membuka bazar UMKM sekaligus memberikan bingkisan makanan dan salak pondoh yang dibudidayakan di Dusun Karya Harapan Mukti bagi setiap warga yang telah di-ceck golongan darahnya.
Pertama, dilakukan secara online. Yaitu pendataan yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi pendataan SDG’s oleh enumerator yang terhubung langsung ke server (simpan dan upload).
Yang kedua, pendataan dilakukan secara offline. Yaitu pendataan yang dilakukan oleh enumerator dengan menggunakan instrumen bantu berupa hard copy kuisioner kemudian diserahkan kepada admin desa yang kemudian dilakukan penginputan oleh beberapa operator yang ditunjuk.
Proses pendataan diawali dengan perencanaan yang meliputi penetapan Pokja Pendataan melalui surat keputusan Rio (sebutan Kepala Desa di Kabupaten Bungo) dan Bimbingan teknis, selanjutnya pelaksanaan dan pemutakhiran (satu paket dengan penetapan). Bimtek (Bimbingan Teknis) dilakukan mulai dari tanggal 22 April dan berakhir tanggal 11 Mei 2021 secara bergiliran di 17 Dusun.
Dari ke-17 (Tujuh Belas) Dusun tersebut, sebanyak 14 (Empat Belas) Dusun melakukan proses pendataan secara online dan 3 Dusun selebihnya melakukan proses pendataan secara offline.
Pendataan IDM berbasis SDG’s Desa meliputi 4 (Empat) komponen survey diantaranya:
Survey desa terdiri dari data Lokasi desa, pemerintahan desa, musyawarah desa, regulasi, APBDes, aset desa, layanan, kerjasama, lembaga kemasyarakatan desa, BUMDes, unit usaha BUMDes, infrastuktur dan lainnya.
Survey Rukun Tetangga (RT) terdiri dari data diskripsi lokasi, pengurus RT/RW, lembaga ekonomi, industri, sarana ekonomi, fasilitas ekonomi, infrastruktur, lingkungan, bencana, mitigasi bencana, sarana pendidikan, kesehatan, kejadian luar biasa, agama/sosbud, lembaga keagamaan, lembaga kemasyarakatan, keamanan, tindak kejahatan dan kegiatan warga
Survey keluarga terdiri dari data diskripsi lokasi, akses pendidikan, akses kesehatan, akses tenaga kesehatan, akses sarana prasarana, dan lain-lain secara by Name by Address (BNBA).
Survey individu terdiri dari data individu, pekerjaan, penghasilan, kesehatan, disabilitas dan pendidikan secara by Name by Address (BNBA)
Progress per tanggal 31 Mei 2021:
Sebanyak 7 (Tujuh) Dusun telah menyelesaikan pendataan (100%) secara online sebelum tanggal 01 Juni 2021, telah ditetapkan dan laporan hasil pendataannya telah dikirim ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi via email. Ke-7 Dusun tersebut yaitu:
Progress menjelang 05 Juni 2021
Berikut progress pendataan hingga 05 Juni 2021:
Pasal 5 ayat (2) huruf c menjadi rujukan program Desa COVID-19 sekaligus mengedukasi masyarakat agar dapat beradaptasi dengan kebiasaan baru desa untuk mewujudkan SDGs Desa yaitu:
Agar upaya yang dilakukan serius, terencana, teukur, dan terintegrasi, dalam pelaksanaannya, Desa harus membentuk Relawan Desa Aman COVID-19 yang merupakan transformasi dari Relawan Desa Lawan COVID-19 melalui Surat Keputusan Kepala Desa. Hal ini sebagaimana diamanatkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa bagian lampiran (BAB II, Prioritas Penggunaan Dana Desa, huruf D tentang Adaptasi Kebiasaan Baru, poin 1 huruf a dan b) yang terdiri dari berbagai elemen yang ada (Lihat Dokumen PDF).
Berikut kami sajikan contoh Kerangka Acuan Kerja dalam rangka mewujudkan Desa Aman COVID-19 dalam rangka melaksanakan program Adaptasi Kebiasaan Baru Desa
]]>